Nabi Muhammad SAW pertama kali melaksanakan umrah pada tahun 7 Hijriah setelah Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa ini dikenal sebagai Umrah Qadha. Berikut adalah ringkasan sejarahnya:
Latar Belakang Perjanjian Hudaibiyah (6 Hijriah)
Pada tahun 6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama sekitar 1.400 sahabat berangkat ke Makkah dengan niat menunaikan ibadah umrah. Namun, mereka dihadang oleh kaum Quraisy di Hudaibiyah, sekitar 20 kilometer dari Makkah. Setelah negosiasi yang panjang, dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah. Salah satu poin penting dalam perjanjian ini adalah kaum Muslimin diizinkan untuk memasuki Makkah dan melaksanakan umrah pada tahun berikutnya selama tiga hari.
Pelaksanaan Umrah Qadha (7 Hijriah)
Pada bulan Dzulqa’dah tahun 7 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama sekitar 2.000 sahabat kembali ke Makkah untuk melaksanakan umrah. Pelaksanaan umrah ini disebut Umrah Qadha karena menggantikan umrah yang tertunda pada tahun sebelumnya.
1. Persiapan dan Perjalanan:
Nabi Muhammad dan para sahabat mengenakan pakaian ihram dari Dzul Hulaifah (Bir Ali) di Madinah.
Mereka tiba di Makkah dalam keadaan damai, sesuai kesepakatan Perjanjian Hudaibiyah.
2. Pelaksanaan Umrah:
Nabi dan para sahabat langsung memasuki Masjidil Haram, melakukan thawaf, sa’i antara Safa dan Marwah, dan mengakhiri dengan tahallul (mencukur rambut).
Selama tiga hari, kaum Muslimin berada di Makkah untuk menyelesaikan ibadah mereka.
3. Kesan dan Pesan:
Pelaksanaan umrah ini memperlihatkan kekuatan dan keteguhan kaum Muslimin kepada kaum Quraisy.
Kaum Quraisy menyaksikan akhlak mulia Nabi dan para sahabat selama berada di Makkah.
Hasil dan Dampaknya
Umrah Qadha menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Islam karena:
Meningkatkan moral kaum Muslimin setelah sebelumnya tidak diizinkan memasuki Makkah.
Membuka jalan menuju Penaklukan Makkah (Fathu Makkah) dua tahun kemudian, pada tahun 8 Hijriah.
Menunjukkan kepada kaum Quraisy bahwa kaum Muslimin semakin kuat dan damai dalam menjalankan ajaran Islam.
Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa perjuangan Nabi Muhammad SAW selalu mengutamakan strategi damai dan diplomasi, dengan tetap teguh dalam prinsip agama.